Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3 sebagai Legalitas Penyimpanan Limbah B3

Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3 sebagai Legalitas Penyimpanan Limbah B3

Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3 merupakan salah satu persyaratan hukum yang harus dipenuhi oleh setiap Pelaku Usaha yang menghasilkan Limbah B3. Sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kita mengenalnya sebagai Izin TPS Limbah B3.

Sebelum lebih jauh membahas tentang rincian teknis penyimpanan Limbah B3, perlu dipahami dulu apa itu Limbah B3. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun atau lebih sering disebut sebagai Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

Mengingat karakteristiknya yang berbahaya dan beracun, maka diperlukan pengelolaan yang baik agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Salah satunya, dengan menyediakan fasilitas penyimpanan sesuai dengan regulasi yang berlaku.

Regulasi yang mengatur pengelolaan Limbah B3 yaitu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian dirincikan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Fasilitas Penyimpanan

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021, setiap penghasil Limbah B3 berkewajiban untuk menyimpan sementara Limbah B3 yang dihasilkannya di dalam fasilitas penyimpanan Limbah B3. Fasilitas penyimpanan ini lebih sering kita sebut dengan istilah TPS Limbah B3.

Fasilitas penyimpanan atau TPS Limbah B3 berfungsi sebagai tempat penampungan sebelum Limbah B3 diangkut dan dikelola lebih lanjut. Adapun bentuk fasilitas penyimpanan yang dimaksud dapat berupa bangunan, tangki dan/atau kontainer, silo, tempat tumpukan Limbah B3 (waste pile), maupun kolam penampungan Limbah B3 (waste impoundment).

Terkait pemilihan lokasi, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, diantaranya:

  1. Lokasi bebas banjir
  2. Tidak rawan bencana alam (longsoran, bahaya gunung api, gempa bumi, sesar, sink hole, amblesan (land subsidence), tsunami, mud volcano)
  3. Apabila lokasi tidak bebas banjir dan rawan bencana alam, maka lokasi Penyimpanan Limbah B3 harus direkayasa dengan teknologi dalam rangka perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selain itu, penyediaan fasilitas penyimpanan Limbah B3 juga wajib dilengkapi dengan area bongkar muat, peralatan penanganan tumpahan atau ceceran Limbah B3, serta fasilitas untuk penanggulangan keadaan darurat seperti kotak P3K, APAR, dan wastafel/shower/eye wash.

Penyimpanan Limbah B3

Dalam menyimpan Limbah B3, perlu diperhatikan terkait pengemasannya. Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa drum, jumbo bag, tangki, Intermediated Bulk Container (IBC), kontainer, serta kemasan dan/atau wadah lainnya sesuai dengan karakteristik Limbah B3. Pada setiap kemasan, wajib diberi simbol dan label sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

Adapun untuk prosedur penyimpanannya, telah diatur pada regulasi yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu sebagai berikut:

  1. Mengidentifikasi Limbah B3 berdasarkan jenis dan karakteristiknya, untuk selanjutnya dilakukan penentuan pewadahan.
  2. Menentukan area penyimpanan yang memenuhi persyaratan.
  3. Memberikan label pada pewadahan sesuai dengan karakteristik Limbah B3.
  4. Melakukan penyimpanan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
  5. Pengangkutan Limbah B3 oleh pengelola Limbah B3 yang telah bekerja sama dengan pihak penghasil Limbah B3.

Izin Penyimpanan Limbah B3

Setiap penghasil Limbah B3 yang melakukan kegiatan penyimpanan Limbah B3, wajib memiliki Izin Penyimpanan Limbah B3. Adapun yang dimaksud dengan penghasil Limbah B3 adalah setiap orang yang karena usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan Limbah B3. Contohnya, aki bekas, baterai bekas, pelumas bekas, lampu bekas, dan sebagainya.

Untuk melakukan penyimpanan Limbah B3, para penghasil Limbah B3 memerlukan izin dari instansi yang berwenang. Izin penyimpanan tersebut kita kenal dengan istilah Izin TPS Limbah B3. Izin ini diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota/Kabupaten setempat dengan masa berlaku selama 5 tahun. Jika masa berlakunya habis, izin tersebut dapat diperpanjang lagi.

Setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021, Pemerintah Kota dan/atau Kabupaten sudah tidak menerbitkan izin ini lagi. Sebagai gantinya, kegiatan penyimpanan Limbah B3 harus memiliki dokumen yang disebut Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3.

Penyusunan Rincian Teknis Penyimpanan Limbah B3

Rincian Teknis atau sering disingkat menjadi Rintek adalah suatu dokumen yang disusun untuk mencatat Limbah B3 yang dihasilkan pada suatu usaha/kegiatan. Perlu digarisbawahi bahwa Rincian Teknis hanya berfokus pada kegiatan penyimpanan Limbah B3 saja. Rincian Teknis tidak mengatur pengelolaan Limbah B3 lebih lanjut seperti pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan Limbah B3.

Penyusunan Rincian Teknis penyimpanan Limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2021. Muatan-muatan yang harus dicantumkan dalam dokumen tersebut antara lain:

  1. nama Limbah B3
  2. sumber Limbah B3
  3. karakteristik Limbah B3
  4. jumlah limbah B3 yang akan disimpan
  5. detail tempat penyimpanan Limbah B3
  6. pengemasan Limbah B3
  7. persyaratan lingkungan hidup, dan
  8. kewajiban pemenuhan rincian teknis penyimpanan Limbah B3.

Selain itu, pada dokumen rincian teknis juga perlu mencantumkan waktu penyimpanan Limbah B3. Waktu penyimpanan yang diizinkan berbeda-beda, tergantung jumlah timbulan Limbah B3 per hari dan sumbernya. Ketentuannya adalah sebagai berikut:

  1. 90 hari untuk timbulan sebesar 50 kg per hari atau lebih
  2. 180 hari untuk timbulan kurang dari 50 kg per hari, untuk Limbah B3 kategori 1
  3. 365 hari untuk timbulan kurang dari 50 kg per hari, untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum
  4. 365 hari untuk Limbah B3 kategori 2 dari sumber spesifik khusus.

Sudah Punya Izin TPS Limbah B3, Apakah Perlu Menyusun Rintek?

Jika sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 pemrakarsa kegiatan telah memiliki Izin TPS Limbah B3, maka tidak perlu menyusun Rintek. Syaratnya, izin tersebut harus masih berlaku serta tidak ada perubahan kegiatan dan fasilitas penyimpanan Limbah B3. Jika masa berlakunya telah berakhir, maka pemrakarsa wajib menyusun Rintek sebagai persyaratan hukum untuk melakukan penyimpanan Limbah B3.

Rintek yang telah disusun, selanjutnya akan dilakukan penilaian oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya. Kewenangan penilaian Rintek mengikuti  kewenangan penerbitan perizinan berusaha yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.

Setelah proses penilaian selesai, Rintek ini tidak bisa berdiri sendiri. Untuk mengesahkannya, perlu diintegrasikan terlebih dahulu ke dalam Persetujuan Lingkungan. Pengintegrasian ini dilakukan melalui proses perubahan Persetujuan Lingkungan, tanpa harus menyusun dokumen lingkungan baru.

Selain Rintek, terdapat beberapa perizinan teknis yang juga perlu diintegrasikan ke dalam Persetujuan Lingkungan. Selengkapnya dapat dibaca di sini.

Apabila Rintek telah diintegrasikan dan Persetujuan Lingkungan telah disahkan, maka para Penghasil Limbah B3 sudah bisa melakukan kegiatan penyimpanan Limbah B3 sesuai panduan yang tertera di dalam dokumen rincian teknis tersebut.